Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda pertanyaan di atas? Atau dari
saudara-saudara Anda? Kalau saya pribadi, terus terang belum pernah.
Lho, kalau begitu pertanyaan itu fiktif dong? Tidak juga, pertanyaan
tadi muncul dari mulut teman saya. Lho kok bisa?
Ceritanya begini, sekitar tujuh tahun lalu teman saya pergi menuntut
ilmu syar’i ke sebuah pondok pesantren di luar jawa, tepatnya di suatu
kota besar di Sulawesi. Dia pergi dengan tekad dan semangat yang
membumbung tinggi untuk menggapai ilmu sebanyak-banyaknya. Akan tetapi
ketika baru saja menginjakkan kakinya di pondok pesantren itu,
semangatnya langsung goncang, badannya terasa lemas dan kepalanya terasa
pusing. Ada apa? Pondok pesantren sudah bubar? Bangunannya hancur?
Atau pesantren lagi diliburkan?
Bukan, bukan, bukan itu semua, ia hanya stress. Stress karena apa? Ia
melihat ada santri yang gila! Kemudian ia juga mendengar dari santri
lama bahwa sebelumnya ada pula santri yang gila! Makin bertambah
stressnya. Bukan hanya itu saja, ia juga mendengar cerita santri di situ
bahwa 2 santri yang gila ini termasuk santri yang menonjol dan
terkenal cerdas! Teman saya benar-benar stress!
Teman saya ini bertanya kepada santri lama tentang penyebab gilanya si
santri itu? Santri lama ini menjawab kalau ia tidak mengetahui penyebab
gilanya, tapi yang jelas 2 santri gila ini tergolong santri yang
menonjol dan cerdas, bahkan santri yang terakhir ini banyak hafalan
Al-Qurannya, selain itu ia juga dikenal kuat hafalannya. Pernah suatu
hari ia melanggar peraturan pondok, maka ustadz pun memberinya hukuman
berupa kewajiban menghafal sekitar 30 hadits, entah berapa lama batas
waktu yang diberi ustadz, yang pasti ia hafal semuanya dalam waktu satu
malam!
Teman saya tercengang mendengar kehebatan santri “super” itu, ia pun
kagum sekaligus takut. Karena Ia berpikir, “Kalau ia yang banyak hafalan
Al-Qurannya saja bisa gila, maka apalagi saya yang hafalannya
pas-pasan!” Akhirnya ia pun mendatangi ustadz pimpinan pondok untuk
mengadukan keresahannya, ia berkata seperti judul di atas, “Ustadz, apa
mungkin orang yang menghafal Al-Quran bisa gila?
Ustadz menenangkannya dengan memberinya faidah dari perkataan Ibnul
Qayyim, Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa penyebab menyimpangnya Ahlul
Kitab (Yahudi dan Nashrani) itu, karena satu dari dua perkara: Suulqashd (rusaknya niat/tujuan) atau Suul’amal
(rusaknya amal). Adapun Yahudi menyimpang karena rusaknya niat mereka
sedangkan Nashara menyimpang karena rusaknya amal mereka. Teman saya
puas dan lega dengan penjelasan ustadz dan hilanglah stressnya lalu ia
pun mulai semangat lagi untuk menuntut ilmu.
Mungkin ada yang bertanya,” Lho apa hubungannya antara kerusakan Ahlul
Kitab dengan santri gila itu?” Awalnya saya juga kurang mengerti tapi
setelah dipikirkan lebih cermat, ternyata ‘connect‘ juga.
Perkataan ustadz tadi dengan menyebutkan penjelasan dari Ibnul Qayyim,
sebenarnya sudah jelas. Memang jawaban ustadz tidak menyebutkan secara
gamblang tentang santrinya itu, akan tetapi dari perkataannya secara
tersirat bisa dipahami seperti ini:” Sebagaimana Ahlul kitab menyimpang
karena rusaknya niat atau amal mereka, maka demikian pula si santri ini
bisa seperti itu.”
Makanya teman saya tadi berkata kepada saya,”Betul memang jawaban
ustadz, kita kan nggak tahu apakah niat dia (santri gila) waktu
menghafal Al-Quran bener-bener ikhlas apa nggak, karena mungkin aja ada
orang yang belajar agama atau rajin menghafal Al-Quran, eh, rupanya
pengen dipuji atau dihormatin orang”
Setuju! Setuju, temanku! Memang benar, orang yang tidak ikhlas itu
kalau beramal dengan amalan yang ringan walaupun sedikit saja, rasanya
berat sekali, sebaliknya orang yang ikhlas, ketika beramal dengan amalan
yang berat akan terasa ringan bahkan menkmatinya. Selain itu, orang
yang tidak ikhlas dalam beramal ketika ia tidak mendapatkan imbalan
duniawi atas amalannya apakah itu pujian, sanjungan atau penghormatan,
ia merasa gelisah dan sesak dadanya, sebaliknya orang yang ikhlas,
ketika ia sedang beramal atau sesudahnya ia tetap tenang, khusyu dan
lapang dadanya, baik ada pujian yang ia dengar maupun tidak.
Mungkin ada yang bertanya dan ini memang terjadi, “Saya pernah
berdzikir sebanyak ribuan kali pada suatu malam dan saya ikhlas, insya
Allah, tapi kok saya jadi seperti orang gila, tak sadar dengan apa yang
saya ucap dan badan saya jadi goyang sendiri tanpa disengaja? “
Kalau kembali kepada penjelasan Ibnul Qayyim tadi, sebenarnya ia
tinggal bertanya kepada dirinya sendiri, “Kalau memang niat saya sudah
ikhlas dan benar, tapi sudah benarkah amalan saya? Sesuaikah dengan yang
dituntunkan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah Rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdzikir seperti itu? “
Itulah syarat diterimanya suatu amalan yaitu harus ikhlas niatnya dan
benar amalannya (sesuai sunnah Rasul) atau menurut bahasa yang tersirat
dari perkataan Ibnul Qayyim tadi: “Tidak rusak niatnya dan tidak rusak
amalannya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niat Dan setiap orang (akan
mendapatkan) apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya (dalam rangka
menjalankan ketaatan kepada) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju
Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi siapa yang hijrahnya karena dunia
yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya menuju apa yang ia niatkan. “ (HR.Bukhori dan Muslim)
“Siapa yang berbuat suatu amalan yang tidak ada padanya perintah dari kami, maka amalan itu tertolak.” (HR.Muslim)
Kalau begitu, jika ada yang bertanya kepada kita, “Apakah yang
menghafal Al-Quran bisa gila? ” Jawab saja dengan tegas dan lantang,
“Ya, bagi orang yang tidak ikhlas dalam menghafalkannya atau tidak
sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasul shallallaahu ‘alaihi wasallam!
sumber
Home
»
Unlabelled
» Menghafal Al-quran Bisa Gila
Menghafal Al-quran Bisa Gila
1:43 AM
0 comments:
Post a Comment